Di luar pertemuan tertutup dan komunike yang dirumuskan dengan hati-hati, bahasa diplomasi internasional yang sesungguhnya sering kali diucapkan melalui jabat tangan, jamuan makan bersama, dan isyarat-isyarat simbolis. Momen-momen inilah yang justru sering kali membuka jalan bagi kesepakatan-kesepakatan besar.
Salah satu panggung diplomasi simbolis ini terlihat jelas saat Presiden Prabowo Subianto menghadiri gala dinner Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2025 di Gyeongju, Korea Selatan. Di balik senyum dan formalitas, terdapat detail-detail kaya makna yang lebih dari sekadar basa-basi. Acara ini bukan hanya soal makan malam, melainkan panggung bagi bahasa-bahasa simbolis dalam hubungan internasional.
Artikel ini akan mengupas tiga takeaways penting dari acara tersebut, mulai dari kehangatan personal, diplomasi budaya, hingga sinyal kekuatan tim ekonomi yang dibawa oleh Indonesia.
Takeaway 1: Kehangatan Personal sebagai Bahasa Diplomasi
Saat tiba di lokasi jamuan, Presiden Prabowo Subianto disambut dengan hangat oleh tuan rumah, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung, yang juga menjabat sebagai Ketua APEC 2025, beserta istrinya, Madam Kim Hea Kyung. Penampilan Madam Kim yang anggun dalam balutan pakaian tradisional Korea, hanbok, bukan sekadar pilihan busana, melainkan sebuah tindakan penghormatan budaya yang disengaja kepada para tamunya.
Dalam dunia diplomasi, gestur semacam ini adalah modal krusial. Sambutan hangat yang melampaui protokol standar berfungsi untuk meredakan potensi ketegangan dan membangun cadangan “niat baik” yang sangat berguna saat negosiasi kompleks berlangsung. Pakaian hanbok yang dikenakan Madam Kim adalah sinyal non-verbal bahwa pertemuan ini adalah forum bagi para pemimpin yang setara dan saling menghormati. Momen keakraban yang diabadikan dalam sesi foto bersama ini menegaskan bahwa fondasi hubungan personal adalah elemen vital di panggung diplomasi global.
Takeaway 2: Diplomasi Budaya di Tengah Panggung Ekonomi
Gala dinner KTT APEC tidak hanya menyajikan hidangan istimewa, tetapi juga menyuguhkan “pertunjukan budaya khas Korea Selatan” kepada seluruh pemimpin dan delegasi. Ini adalah contoh cemerlang bagaimana budaya dimanfaatkan sebagai jembatan diplomasi yang efektif.
Mekanismenya lebih dalam dari sekadar mencairkan suasana. Dengan mengalihkan fokus dari perdebatan kebijakan ke pengalaman budaya bersama, pertunjukan ini untuk sementara waktu menghapus hierarki dan kepentingan nasional, serta mengingatkan para pemimpin akan kemanusiaan yang mereka bagi. Inilah yang menciptakan “semangat kerja sama” (spirit of cooperation) bukan melalui traktat, melainkan melalui apresiasi budaya bersama, yang berfungsi sebagai fondasi kokoh untuk diskusi ekonomi yang akan menyusul.
Takeaway 3: Sinyal Kekuatan Ekonomi: Tim Lengkap Indonesia
Kehadiran Presiden Prabowo bukanlah sebuah penampilan solo; komposisi delegasi yang mendampinginya mengirimkan pesan yang tak kalah kuat. Beliau didampingi oleh jajaran tim ekonomi utamanya, sebuah sinyal keseriusan Indonesia dalam forum APEC.
Berikut adalah para pejabat yang turut mendampingi Presiden:
- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
- Menteri Lu Negeri Sugiono
- Menteri Perdagangan Budi Santoso
- Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani
- Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya
Kehadiran Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan menggarisbawahi fokus Indonesia pada agenda utama APEC, yakni liberalisasi ekonomi dan perdagangan. Sementara itu, kehadiran Menteri Investasi menandakan dorongan proaktif untuk menarik modal dan menampilkan Indonesia sebagai tujuan investasi utama di Asia-Pasifik. Tim ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya hadir, tetapi datang dengan persiapan penuh untuk terlibat aktif dalam setiap diskusi strategis.
Conclusion: A Final Thought
Acara seperti gala dinner KTT APEC membuktikan bahwa diplomasi tidak hanya terjadi di ruang rapat. Momen-momen simbolis—mulai dari sambutan personal, pertunjukan budaya yang memikat, hingga komposisi delegasi yang strategis—memainkan peran yang tak kalah penting dari pertemuan formal itu sendiri. Detail-detail ini menunjukkan kuatnya hubungan antar-anggota dan semangat kolaborasi yang ingin terus dibangun.
Seiring langkah-langkah simbolis ini memperkuat fondasi kepercayaan, pertanyaan kritisnya adalah: mampukah kehangatan diplomatis ini diterjemahkan menjadi terobosan ekonomi yang nyata bagi Indonesia dan kawasan Asia-Pasifik yang lebih luas?
BACA JUGA : Potensi Pasar AI Indonesia yang Semakin Besar
